AUTEKOLOGI
PURNAJIWA (Euchresta horsfieldii (Lesch.) Benn. (FABACEAE) DI SEBAGIAN
KAWASAN HUTAN BUKIT TAPAK CAGAR ALAM BATUKAHU BALI
1. Latar Belakang
Purnajiwa
adalah salah satu tumbuhan obat yang hidup di hutan dataran tinggi Bali.
Tumbuhan ini dipercaya oleh masyarakat Bali memiliki khasiat sebagai
aprodisiak. Kini keberadaannya di alam semakin terancam karena over-eksploitasi
dan kerusakan habitatnya di alam. Cagar Alam Batukahu adalah salah satu habitat
Purnajiwa yang masih tersisa.
Umumnya
purnajiwa tumbuh mengelompok di hutan sekunder dan lereng gunung dengan
ketinggian antara 1.000-2.000 m dpl. Purnajiwa dapat pula dijumpai di kawasan
lainnya di Asia, seperti di India, Filipina, dan di Indonesia tersebar di
Sumatera, Jawa dan Bali (Lemmens dan Bunyapraphatsara, 2003).
Pengambilan
jenis ini di alam yang berlebihan tanpa diimbangi upaya konservasi dan budidaya
yang memadai mulai mengancam keberadaan populasinya di alam. Melestarikan suatu
jenis tumbuhan yang terancam punah adalah salah satu tujuan dari konservasi.
Untuk melindungi spesies yang rentan terhadap kepunahan, diperlukan pemahaman
mengenai aspek ekologis spesies tersebut. Akan tetapi informasi mengenai
ekologi untuk spesies yang terancam punah masih sangat sedikit (Hobbs dan
Atkins, 1990; Lesica, 1992; Zobel, 1992). Upaya konservasi tumbuhan seharusnya
dimulai dengan penelitian lapangan mengenai autekologi jenis tersebut sebelum
beranjak pada kegiatan budidaya.
2. Masalah
Setiap
spesies memiliki apa yg disebut ‘ecologic individuality’ atau kebutuhan
relung hidup yang spesifik, dapat diduga bahwa tiap detil perubahan dalam
komposisi spesies atau vegetasi dari suatu tempat ke tempat lainnya kemungkinan
menunjukkan adanya beberapa perbedaan faktor-faktor lingkungan. Dengan demikian
autekologi dengan analisis kuantitatif dapat mengungkap adanya hubungan atau
korelasi antara faktor lingkungan dengan komposisi vegatasi dan keberadaan
suatu spesies tertentu di suatu habitat (Daubenmire, 1968; Loewen et al.,
2001).
3. Metodologi
a.
Waktu
dan tempat penelitian
Penelitian
dilakukan pada Bulan November 2006 di awal musim penghujan di kawasan Hutan
Bukit Tapak, Cagar Alam Batukahu tepatnya di Desa Candikuning, Kecamatan
Baturiti, Kabupaten Tabanan, Propinsi Bali. Cagar alam ini terbagi menjadi tiga
kawasan hutan yaitu : Batukahu I (Bukit Tapak), Batukahu II (Bukit Pohen) dan
Batukahu III (Bukit Lesong). Topografinya berbukit dengan ketinggian antara
1.860-2.089 m dpl. Area ini termasuk dalam kategori iklim A berdasarkan
klasifikasi Schmidt dan Fergusson dengan rata-rata curah hujan 2000 mm/tahun
dan suhu udara berkisar antara 11-24 ° C.
b.
Pengambilan
sampel
Metode
pengambilan data secara purposive sampling dengan menjelajahi kawasan
untuk mencari populasi purnajiwa. Pengambilan sampel dilakukan dengan membuat
plot ukuran 1 x 1 m. Data-data yang diambil berupa jumlah individu purnajiwa,
jumlah yang sedang berbunga dan berbuah, kondisi vegetasi tumbuhan bawah berupa
anakan pohon, perdu maupun herba serta diamati juga beberapa faktor lingkungan
seperti pH tanah, ketinggian tempat, kemiringan lahan, ketebalan seresah dan
intensitas penyinaran (Loewen et al., 2001).
4. Hasil penelitian
Dari
hasil penelitian diperoleh 6 kelompok populasi purnajiwa dengan jumlah individu
sebanyak 46. (Tabel 1). Data kelompok sampel pengamatan
purnajiwa
Populasi
|
Jumlah
individu
|
Jumlah
yang berbunga
|
Tinggi
rata-rata (cm)
|
Lingkar
batang (cm)
|
1
|
10
|
1
|
71
|
3
|
2
|
2
|
1
|
46
|
2,5
|
3
|
10
|
2
|
39,5
|
2,5
|
4
|
8
|
2
|
71
|
3
|
5
|
11
|
1
|
59,5
|
2,5
|
6
|
5
|
1
|
71,5
|
2,5
|
Tabel
2. Kondisi fisik lingkungan di sekitar habitat purnajiwa di Bukit Tapak Cagar
Alam Batukahu
No plot
|
Ketinggian
tempat(mdpl)
|
pH tanah
|
Ketebalan seresah (cm)
|
Kemiringan lahan (%)
|
Intensitas cahaya(%)
|
1
|
1280
|
6,8
|
3
|
20
|
55
|
2
|
1300
|
6,7
|
8
|
30
|
35
|
3
|
1310
|
6,7
|
7
|
40
|
40
|
4
|
1295
|
6,7
|
7
|
45
|
50
|
5
|
1290
|
6,7
|
7
|
50
|
55
|
6
|
1290
|
6,7
|
3
|
55
|
65
|
Melestarikan
organisme di habitat alaminya adalah best practice jika memungkinkan
akan tetapi situasi terus berubah dengan semakin nyatanya perubahan
iklim serta meningkatnya aktivitas manusia di kawasan hutan untuk mencari
berbagai hasil hutan seperti untuk kayu bakar, humus, tumbuhan anggrek, paku
dan juga termasuk purnajiwa untuk tujuan komersil sehingga mengancam keberadaan
jenis ini di alam. Dalam kasus seperti ini, konservasi secara ex situ harus
mulai diterapkan, sehingga jumlah maksimal variasi genetik pada jenis yang
masih ada bisa diselamatkan dan memberikan kesempatan untuk bertahan hidup
(Anonim, 1989).
5.
Kesimpulan
Purnajiwa
ditemukan pada tempat yang ternaungi diantaranya adalah di bawah pohon Laportea
sp., Ficus sp., Syzygium zollingerianum, dan Sauraria sp.
dengan intensitas penyinaran antara 55-65%. Tumbuh pada kemiringan tanah antara
20-55 % serta ketebalan seresah 3-7 cm dengan pH tanah berkisar antara 6,7-6,8.
Sebanyak 16 jenis tumbuhan bawah hidup bersama purnajiwa diantaranya yang cukup
dominan adalah Diplazium
proliferum (INP = 54,6) dan Oplismenus compositus L. (INP = 40).
Populasi purnajiwa di sebagian kawasan hutan Bukit Tapak secara umum
masih cukup baik, namun intensitas masyarakat memasuki kawasan hutan ini harus
menjadi perhatian apabila menghendaki kelestarian biodiversitas tumbuhan
pegunungan, termasuk jenis purnajiwa ini. Kegiatan konservasi ex-situ
disarankan menjadi salah satu alternatif solusi untuk menyelamatkan populasi
purnajiwa.
6. Komentar
Menurut
saya setelah membaca dan review jurnal Autekologi Purnajiwa di sebagian kawasan
hutan bukit tapak cagar alam Batukahu, dalam topic permasalahan yang di jadikan
penelitian sangat bagus, karena sanagt jelas konsep ekologi dimana adanya
hubungan interaksi organism dengan lingkungannya. Dalam jurnal ini dilakukan
penelitian bagaimana interaksi organiswa Purnajiwa dengan lingkungan sekitar
yaitu adanya pengaruh intensitas cahaya, kemiringan lahan, ketinggian tempat di
atas permukaan laut dan bahkan pH tanah.
Namun,
menurut saya jurnal ini kurang dalam penjelasan metodologi atau tahap-tahap
dalam penelitiannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar